BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemeriksaan hematologi
merupakan salah satu pemeriksaan yang dapat dipakai sebagai penunjang diagnosis
yang tepat dibutuhkan hasil yang teliti, akurat dan cepat. Pemeriksaan laju
endapan darah
bermanfaat untuk memantau perjalan penyakit dan keberhasilan terapi penyakit
kronis misalnya demam reumatik, tuberkulosis dan penyakit infeksi parasiter
dan pemeriksaan ini juga bermanfaat untuk mengetahui ada-tidaknya penyakit
kronik pada penderita
yang tidak menimbulkan kelainan pada
pemeriksaan fisik. (Widmann,1995)
Bila
darah yang diperiksa sudah membeku sebagian hasil pemeriksaan laju endap darah
akan lebih lambat karena sebagian fibrinogen sudah terpakai dalam pembekuan.
Pemeriksaan laju endap darah harus dikerjakan dalam waktu 2 jam setelah
pengambilan darah, karena darah yang dibiarkan terlalu lama akan berbentuk sferik sehingga sukar membentuk rouleaux dan hasil
pemeriksaan laju endap darah menjadi lebih lambat. (Azhar M,
2009)
Seiring dengan meningkatnya
jumlah pemeriksaan, maka waktu yang diperlukan akan semakin banyak dan
ketepatan volume sering diabaikan karena kurangnya sampel atau banyaknya sampel
yang harus diperiksa dan juga banyaknya pemeriksaan dalam satu sampel yang akan
diperiksa.
Sebagai seorang tenaga
analis yang bekerja di laboratorium kadang-kala
dalam ketepatan waktu tidak
selalu diperhatikan karena adanya sampel yang dikerja secara seri. Oleh karena
itu peneliti ingin mengetahui ada tidaknya pengaruh penundaan waktu terhadap hasil
pemeriksaan LED metode westergren.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi pokok
permasalahan di atas adalah bagaimana pengaruh
waktu penundaan selama 2 jam 10 menit terhadap
hasil pemeriksaan LED metode westergreen
?
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum :
Untuk mengetahui pengaruh waktu penundaan selama 2 jam
10 menit terhadap hasil pemeriksaan LED metode
westergreen.
2. Tujuan Khusus :
Untuk menentukan seberapa besar pengaruh waktu
penundaan selama 2 jam 10 menit terhadap hasil LED.
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Ilmu Pengetahuan
Menambah khasanah ilmu pengetahuan dalam bidang
hematologi khususnya mengenai pengaruh waktu penundaan terhadap hasil
pemeriksaan laju endap darah (LED).
2. Masyarakat / Peneliti
Sebagai imformasi atau bahan referensi bagi peneliti
selanjutnya dan merupakan suatu wadah mengaflikasikan kemampuan yang dimiliki
khususnya bagi tenaga analis kesehatan.
E. HIPOTESA
Ho : Tidak terdapat pengaruh waktu penundaan
selama 2 jam 10 menit terhadap hasil pemeriksaan laju endap darah (LED).
Ha : Terdapat pengaruh waktu penundaan selama 2
jam 10 menit terhadap hasil pemeriksaan laju endap darah (LED).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Darah
a. Pengertian Darah
Darah adalah jaringan tubuh yang
berbeda dengan jaringan tubuh yang lain berada dalam konsistensi cair beredar
dalam suatu sistem terutup yang dinamakan sebagai pembuluh darah dan
menjalankan fungsi transfor sebagai bahan serta fungsi hemoestasis.
Darah pada umumnya dipandang sebagai cairan tubuh yang kental berwarna
merah dan tidak transparan serta berada dalam suatu ruang tertutup yang
dinamai. Penggolongan darah sebagai suatu jaringan didasarkan atas devenisi
jaringan yaitu sekelompok sel atau beberapa jenis sel, yang mempunyai bentuk
yang sama dan menjalankan fungsi tertentu. Hanya saja berbeda dengan jaringan
lain, sel-sel yang terdapat dalam darah dan dinamai sebagai sel-sel darah
tidaklah terikat satu sama lain membentuk suatu struktur tang bernama organ,
melainkan berada dalam kedua suspensi dalam suatu cairan (Sadikin,M 2001).
Sel darah merah tidak memiliki nucleus,
tetapi berisi suatu protein khusus yang disebut hemoglobin. Hemoglobin adalah suatu pigmen
berwarna kuning, tetapi efek keseluruhan hemoglobin adalah membuat darah
berwarna merah. Hemoglobin mengandung
sejumlah kecil besi dan besi ini esensial
bagi kesehatan, meskipun jumlah totalnya di dalam darah dikatakan hanya cukup
untuk membuat
paku sepanjang 2 inci. Dalam kondisi sehat, hampir semua sel darah merah di dalam darah
seharusnya berbentuk eritrosit, dengan hanya sedikit retikulosit.
Banyak faktor
yang menentukan pembentukan normal sel darah merah Eritroblas adalah sel besar
yang mengandung inti dan sejumlah kecil hemoglobin. Sel ini kemudian berkembang
menjadi normoblas yang berukuran lebih kecil. Inti sel kemudian mengalami
disintegrasi dan menghilang sitoplasma mengandung benang-benang halus. Pada
stadium ini sel
tersebut disebut retikulosit, akhirnya, benang-benang
menghilang dan menjadi eritrosit matang yang segera dilepas ke aliran darah Sel
darah merah hidup dalam sirkulasi selama sekitar 120 hari, kemudian dimakan
oleh sel-sel pada system monosit di dalam limfa dan kelenjar limfe. Di sini
hemoglobin dipecah menjadi komponen-komponenya dan kemudian dibawah kedalam
hati. Globin dikembalikkan ke gudang protein dan ekskresi dalam urine setelah
dipecah lebih lanjut Sel darah putih berbentuk tidak tetap. Sel darah putih
dibuat di sum-sum merah,
kura dan kelenjar limpa. Fungsinya memberantas kuman-kuman penyakit . Sel darah
putih terdiri dari 2 jenis sel seperti leukosit granular dan leukosit
agranular. Leukosit granular terdiri dari 3 jenis yaitu, netrofil, eosinofil
dan basofil. Sedangkan leukosit agranular terdiri dari tiga jenis yaitu,
monosit, limfosit dan sel plasma. neutrofil, limfosit, eosinofil, basofil,
monosit dan trombosit dapat dinyatakan masing-masing dalam % apabila jumlah
total sel darah putih tersebut dihitung dalam 100% Trombosit merupakan fragmen
sel yang berdiameter 2-4µm. Dibentuk dalam sumsum tulang dan limfa, mempunyai
massa hidup 8-10 hari. Keping-keping darah berkerut pada pembuluh darah luka
dimana trombosit melepaskan satu bahan yang membatasi kehilangan darah sebelum
koagulasi (pembekuan darah) terjadi.
(Azhar M, 2009)
Dalam menentukan penyakit dan diagnosis, membantu diagnosis,
proknosis, menentukan
penyakit dan memonitor pengobatan atau memantau jalannya penyakit, dokter
melakukan pemariksaan laboratorium atau tes laboratorium yaitu pemeriksaan
specimen atau sampel yang diambil dari pasien. Idealnya tes laboratorium harus
teliti, tepat, sensitive, spesifik cepat dan tidak mahal serta dapat membedakan
pasien dengan orang normal. Namun karna keterbatasan pengetahuan, teknologi dan biaya, keadaan ideal
tersebut tidak selalu terpenuhi (Hardjoeno H, 2003).
b. Fungsi Darah
Darah merupakan bagian dari
cairan ekstrasel yang berfungsi untuk mengambil oksigen (O2) dari
paru-paru, bahan-bahan nutrisi dari seluruh cerna dan mengangkut hormon dari
kelenjar endokrin. Bahan-bahan tersebut akan berdifusi dari kapiler kejaringan
interstitial, masuk kedalam sel dan selanjutnya akan dipergunakan untuk semua
aktivitas sel, bahan-bahan yang dihasilkan dari proses metabolisme sel akan
dikeluarkan dan diangkut oleh darah untuk diekskresi.
Secara umum fungsi darah ialah
sebagai berikut:
1. Transport oksigen dari paru-paru kemudian ditransport
menuju sel serta membawa glukosa, asam amino, asam lemak, mineral, hormon,
vitamin dan bahan nutrisi lainnya.
2. Fungsi regulasi, Mempertahankan pH dan konsentrasi
elektrolit pada cairan interstitial melalui pertukaran ion-ion dan molekul pada
cairan interstitial darah mengatur suhu tubuh melalui transport panas menuju
kulit dan paru-paru.
3. Fungsi pertahanan tubuh, Mempertahankan tubuh dari invasi mikroorganisme leukosit.
Reaksi imunologis akibat masuknya benda asing leukosit. Proses hemostasis.
4. Mempertahankan tubuh dari agresi benda atau senyawa asin
yang umumnya selalu dianggap punya potesi menimbulkan ancaman (Aryanti, 2006).
c. Plasma, Serum dan Antikoagulan
1. Plasma
Plasma merupakan komponen cairan dari darah yang
mengandung fibrinogen terlarut. Setelah aktivasi oleh enzim plasmin,
terbentuklah gumpalan fibrin.
Sesudah gumpalan ini disingkirkan, sisa yang tertinggal disebut serum. Plasma
terdiri untuk sebagian besar dari air dengan terlarut dalam zat-zat elektrolit
dan beberapa protein, yakni globulin (alfa-, beta-, gamma-), albumin dan faktor
pembekuan darah. Rasio normal
eritrosit terhadap plasma adalah sekitar 40:60 juga dinyatakan sebagai
hematokrit normal adalah 45-50% (hematokritt adalah penentu penting fiskositas
darah gangguan yang mengakibatkan propersi eritrosit sangat meningkat
(polisitemia) disebabkan oleh peningkatan fiskositas darah.
Plasma terdiri atas air elektrolit, protein dan
sejumlah besar konstituen lain misalnya glukosa, produk-produk protein dan
metabolisme asam nukleat, serta enzim-enzim. Protein plasma terdiri atas
albumin dan berbagai glubolin. Albumin yang disintesis oleh hati adalah penentu
utama tekanan onkotik plasma yang mengatur pertukaran cairan didalam kapiler
sistemik, globulin terdiri atas immunoglobulin, komplein, enzim-enzim,
faktor-faktor yang dapat pada pembekuan darah fibrinolisis dan beberapa protein
transport untuk hormon, mineral, lipid dan nutrisi. Pengukuran berbagai
konstituen plasma dapat membuktikan adanya penyakit.
Tekanan osmosis plasma yaitu 7,3 atm dan dijaga dengan
pengaturan osmosis yang berfungsi dengan baik. Pada tekanan ini, yang berperan
sampai 96% elektrolit anorganik. Perbandingan ion yang satu terhadap ion yang
lain dan pH plasma juga dijaga hampir tetap oleh proses pengaturan khusus.
Kation dengan konsentrasi plasma tertinggi adalah natrium sedangkan anion
plasma yang secara kuantitatif.
2. Serum
Serum adalah cairan yang tersisa setelah darah
dibiarkan menggumpal didalam sebuah tabung. Serum menyerupai plasma kecuali
bahwa fibrinogen dan faktor-faktor koagulasi, lian berkurang akibat proses pembentukan
bekuan yang ditambahkan dalam pembuatan serum sel-sel darah mengumpal secara
baur dan terjebak dalam suatu anyaman yang luas dan kontraktif dari jaringan
serat-serat fibrin.sel-sel ini tidak dapat di lihat secara terpisah-pisah
melalui mikroskop.
3. Antikoagulan
Antikoagulan terdapat didalam darah untuk mencegah
terbentuknya bekuan. Sebagai contoh, heparin adalah suatu anti koagulan yang di
bentuk oleh sel monosit dan basofil sebagai respon terhadap cedera jaringan dan
peradangan. Heparin menhentikan tahap koagulan dan menyebabkn terurainya
trombin. Protein-protei anti trombin juga bersirkulasi dalam plasma untuk
membantasi pembentukan bekuan darah (Corwin, J. Elizabeth, 2000).
Agar darah yang akan diperiksa jangan sampai membeku
dapat dipakai bermacam-macam antikoagualan.
Antikoagulan dapat dibagi menjadi 3 kelompok yaitu adalah
sebagai berikut :
1. Heparin, Heparin merupakan
satu-satunya antikoagulan yang diberikan secara parenteral dan merupakan obat
terpilih bila diperlukan efek yang cepat misalnya untuk emboli paru-paru dan
trombosis vena dalam, oklusi arteri akut atau infark miokard akut. Obat ini
juga digunakan untuk pencegahan tromboemboli vena selama operasi dan
untuk mempertahankan sirkulasi ekstraorporal selama operasi jantung terbuka.
Heparin juga diindikasikan untuk wanita hamil yang memerlukan antikoagulan.
2. Antikoagulan
Oral, terdiri dari derivat 4 – hidroksikumarin misalnya :
dikumoral, warfarin dan derivat indan – 1,3 –dion misalnya :
nanisindion. Seperti
halnya heparin, antikoagulan oral berguna untuk pencegahan dan pengobatan
tromboemboli. Untuk pencegahan, umumnya obat ini digunakan dalam waktu jangka
panjang, Terhadap trombosis vena, efek antikoagulan oral sama dengan heparin,
tetapi terhadap tromboemboli sistem arteri, antikoagulan oral kurang efektif.
Antikoagulan oral diindikasikan untuk penyakit dengan kecenderungan timbulnya
tromboemboli, antara lain infrak miokard, penyakit jantung rematik, serangan
iskemia selintas, trombosis vena, emboli paru.
3. Antikoagulan
yang bekerja dengan mengikat ion kalsium, salah satu faktor pembekuan darah. Yaitu :
·
Natrium sitrat dalam darah
akan mengikat kalsium menjadi kompleks kalsium sitrat. Bahan ini banyak
digunakan dalam darah untuk tranfusi, karena tidak tosik. Tetapi dosis yang
terlalu tinggi umpamanya pada transfusi darah sampai 1.400 ml dapat menyebabkan
depresi jantung.
·
Asam oksalat dan senyawa
oksalat lainnya digunakan untuk antikoagulan di luar tubuh (in vitro), sebab
terlalu toksis untuk penggunaan in vivo (di dalam tubuh). Natrium asetat mengikat kalsium
menjadi kompleks dan bersifat sebagai antikoagulan.
Tidak semua antikoagulan dapat dipakai karena ada yang
terlalu banyak berpengaruh terhadap bentuk eritrosit atau leukosit yang akan
diperiksa morfologinya. Antikoagulan YANG dapat dipakai adalah:
1. EDTA (Ethilene Diamine Tetra Acetat)
Sebagai
garam natrium atau kaliumnya. Garam-garam itu mengubah ion kalsium dan darah
menjadi bentuk yang bukan ion. EDTA tidak berpengaruh terhadap besar dan
bentuknya eritrosit dan tidak juga terhadap bentuk leukosit. Selain itu EDTA
mencegah trombosit bergumpal, tiap 1 mg EDTA menghindarkan membekunya 1 ml
darah.
EDTA
sering dipakai dalam bentuk laturan 10%. Kalau ingin menghindarkan terjadi
pengenceran darah, zat kering pun boleh dipakai, akan tetapi dalam hal terakhir
ini perlu sesekali mengocokkan wadah berisi darah dan EDTA selama 1-2 menit, itu
sebabnya EDTA kering lambat melarut.
2. Heparin
Berdaya
seperti antitrombin, tidak berpengaruh terhadap bentuk eritrosit dan leukosit.
Dalam praktek sehari-hari heparin kurang digunakan karena mahal harganya. Tiap
1mg heparin menjaga membekunya 10 ml darah. Heparin boleh dipakai sebagai
larutan atau dalam bentuk kering.
3. Natriumsitrat
Dalam
larutan 3,8%, yaitu larutan yang isotonik dengan darah. Dapat dipakai untuk
beberapa macam percobaan hemoragik dan untuk laju endap darah cara Westergreen.
4. Campuran amoniumoxalat dan kaliumoxalat Menurut Paul
dan Heller yang juga dikenal sebagai campuran oxalat seimbang. Dipakai dalam
keadaan kering agar tidak mengencerkan darah yang diperiksa (Gandasoebrta, R.
2001).
d. Volume Darah
Volume darah pada orang dewasa
sehat ditentukan oleh jenis kelamin. Volume darah pada laki-laki dewasa adalah
5 liter, sedangkan pada perempuan dewasa agak lebih rendah, yaitu 4.5 liter.
Nilai ini tidak mutlak, karena ditentukan oleh 2 hal. Pertama, ada keseimbangan
antara ruang intra pembuluh darah (ruang Intravaskuler) dengan ruang antar sel.
Meskipun secara anatomis system pembuluh darah adalah ruang tertutup bila
dilihat secara mikroskopis, ada cela diantara sel-sel, yang dapat dilalui
cairan. Kedua, nilai tersebut tergantung kepada cara pengukuran volume darah
umumnya didasarkan atas cara pengenceran suatu senyawa yang tidak diolah oleh
sel-sel tubuh dan mudah dikeluarkan melalui kencing setelah beberapa waktu,
disuntikkan dalam jumlah dan konsentrasi tertentu kedalam pembuluh darah balik.
Beberapa menit kemudian, setelah dianggap bahwa senyawa telah terbesar rata
diseluruh ruang pembuluh darah. (Sadikin M, 2001)
B. Tinjauan Umum
Tentang LED
Laju Endap
Darah (LED) adalah pemeriksaan untuk mengukur kecepatan pengendapan sel darah
dalam waktu tertentu. Eritrosit dalam darah bila didiamkan cenderung untuk
membentuk rouleaux yang mempunyai peranan penting pada proses
pengendapan sel tersebut. Faktor dalam darah yang mempengaruhi proses ini
adalah meningkatnya kadar globulin dan fibrinogen yang mempermudah terbentuknya
rouleaux, sedangkan albumin mempunyai efek
sebaliknya. Mudah dimengerti bahwa pada peradangan dan kerusakan jaringan yang
umumnya disertai peningkatan kadar globulin dan kadang-kadang juga fibrinogen
akan memberi hasil LED yang meningkat .
Laju
Endap Darah (LED) atau dalam bahasa inggrisnya Erythrocyte Sedimentation Rate (ESR) merupakan salah satu
pemeriksaan rutin untuk darah. Proses pemeriksaan sedimentasi (pengendapan)
darah ini diukur dengan memasukkan darah ke dalam tabung khusus selama satu
jam. Makin banyak sel darah merah yang mengendap maka makin tinggi Laju Endap
Darahnya. Tinggi ringannya nilai pada Laju Endap Darah (LED) memang sangat
dipengaruhi oleh keadaan tubuh kita, terutama saat terjadi radang. Namun
ternyata orang yang anemia, dalam kehamilan dan para lansia pun memiliki nilai
Laju Endap Darah yang tinggi. Jadi orang normal pun bisa memiliki Laju Endap
Darah tinggi, dan sebaliknya bila Laju Endap Darah normalpun belum tentu tidak
ada masalah. Jadi pemeriksaan Laju Endap Darah masih termasuk pemeriksaan
penunjang, yang mendukung pemeriksaan fisik dan anamnesis dari sang dokter.
Namun biasanya dokter langsung akan melakukan pemeriksaan tambahan lain, bila
nilai Laju Endap Darah di atas normal. Sehingga mereka tahu apa yang
mengakibatkan nilai Laju Endap Darahnya tinggi.
Selain
untuk pemeriksaan rutin, Laju Endap Darah pun bisa dipergunakan untuk mengecek
perkembangan dari suatu penyakit yang dirawat. Bila Laju Endap Darah makin
menurun berarti perawatan berlangsung cukup baik, dalam arti lain pengobatan
yang diberikan bekerja dengan baik Laju Endap Darah (LED) terutama mencerminkan
perubahan protein plasma yang terjadi pada infeksi akut maupun kronik, proses
degenerasi dan penyakit limfoproliferatif. Peningkatan laju endap darah
merupakan respons yang tidak spesifik terhadap kerusakan jaringan dan merupakan
petunjuk adanya penyakit Bila dilakukan secara berulang laju endap darah dapat
dipakai untuk menilai perjalanan penyakit seperti TBC,
demam rematik, artritis dan nefritis. Laju Endap Darah (LED) yang cepat
menunjukkan suatu lesi yang aktif, peningkatan Laju Endap Darah (LED)
dibandingkan sebelumnya menunjukkan proses yang meluas, sedangkan Laju Endap
Darah (LED) yang menurun dibandingkan sebelumnya menunjukkan suatu perbaikan. (Azhar , 2009)
Laju endap darah (Erithrocyte
Sedimentation Rate, ESR) yang juga disebut kecepatan endap darah (KED) atau
laju sedimentasi eritrosit adalah kecepatan sedimentasi eritrosit dalam darah
yang belum membeku, dengan satuan mm/jam. (labkesehatan, 2009 laju-endap-darah-led).
LED
mengukur laju pengendapan (dalam 1mm/jam) dari eritrosit pada suatu kolom dari
yang diberi antikuagulan. Laju pengendapan
yang cepat (LED meningkat) menunjukkan meningkatnya kadar imunoglobulin atau
protein pase akut, yang menyebabkan eritrosit saling melekat satu sama lain.
Peningkatan LED oleh karenanannya merupakan penanda non spesifik dari adanya
radang atau infeksi LED biasanya sangat tinggi pada mioloma multiple, lupus
erittosus sistemik (SLE), artoritis temporatis,
polimialgia reomatika, jarang kanker atau infeksi kronis, termasuk
tuberkolosis (Rubenstein. D.dkk, 2003).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi Laju Endap Darah
(LED) adalah faktor eritrosit, faktor plasma dan faktor teknik. Jumlah
eritrosit/ul darah yang kurang dari normal, ukuran eritrosit yang lebih besar
dari normal dan eritrosit yang mudah beraglutinasi akan menyebabkan Laju Endap
Darah (LED) cepat. Peningkatan kadar fibrinogen dan globulin mempermudah
pembentukan roleaux sehingga Laju Endap Darah (LED) cepat sedangkan kadar albumin
yang tinggi menyebabkan Laju Endap Darah (LED) lambat Yang perlu diperhatikan
adalah faktor teknik yang dapat menyebabkan kesalahan dalam pemeriksaan Laju
Endap Darah (LED). Selama pemeriksaan
tabung atau pipet harus tegak lurus, miring dapat menimbulkan kesalahan 30%.
Tabung atau pipet tidak boleh digoyang atau bergetar, karena ini akan
mempercepat pengendapan. Suhu optimum selama pemeriksaan adalah 20°C, suhu yang
tinggi akan mempercepat pengendapan dan sebaliknya suhu yang rendah akan
memperlambat.
Mekanisme terjadinya LED dapat dibagi menjadi 3 fase
yaitu :
a.
Fase pertama adalah
fase agregasi, dimana fase ini eritrosit baru mulai saling menyatukan diri atau
membentuk Rouloeux sehingga pengendapan eritrosit dalam fase ini lambat sekali.
b.
Fase kedua adalah
fase pengendapan eritrosit dengan cepat (keadaan maksimal) oleh karena terjadi
agregasi atau pembentukan Rouleux atau dengan kata lain partikel-partikel
eritrosit menjadi lebih besar dengan permukaan yang lebih keciloleh karena
lebih cepat pula pengendaannya.
c.
Fase yang ketiga
kecepatan pengendapan eritrosit sudah mulai berkurang oleh karena sudah terjadi
pemantapan dari eritrosit. (Arif Dkk, 2004).
Ada beberapa
cara untuk menetapkan LED, tetapi hanya cara Westergren dan Wintrobe yang
sering di pergunakan. Nilai dari LED selain dipengaruhi oleh metoda pemeriksaan
yang dipergunakan juga dipengaruhi umur dan jenis kelamin. Nilai normal pada
anak lebih rendah dari orang dewasa dan untuk wanita lebih tinggi dari pria.
Pada kedua jenis kelamin terjadi peningkatan nilai normal sesuai dengan
penambahan umur. Peningkatan ini sampai umur 55 tahun berjalan lambat, tetapi
lewat umur 60 tahun akan berlangsung lebih cepat. Meskipun LED bukan merupakan
pemeriksaan yang spesifik untuk penyakit sendi, pemeriksaan tersebut masih
tetap berguna untuk menilai perubahan susunan protein plasma sebagai akibat
proses peradangan atau kerusakan jaringan yang terjadi pada penyakit tersebut.
Pada penyakit sendi yang disebabkan oleh proses degenerasi, hasil pemeriksaan
LED umumnya masih dalam batas nilainormal (portalkalbe/files/cdk/files/05PemeriksaanLaboratorium023)
LED mengambarkan komposisi plasma dan perbandingan
antara eritrosit dan plasma. Darah dengan antikoagulan dimasukan kedalam tabung
berlumen kecil dan diletakkan tegak lurus selama 1 jam akan menunjukan
pengendapan eritrosit dengan kecepatan yang dikemukan oleh rasio permukaan
volumen eritrosit.pengendapan sel darah ini disebut LED yang bertambah cepat
bila berat sel meningkat, tetapi kecepatan berkurang apabila pemukaan sel lebih
luas.
Dilaboratorium cara untuk memeriksa LED yang sering
dipakai adalah cara wintrobe dan cara westergreen. Pada cara wintrobe nilai
rujukan untuk wanita 0-20 mm/jam dan untuk pria 0-10 mm/jam, sedang pada cara
westergren nilai rujukan untuk wanita 0-15 mm/jam dan untuk pria 0-10 mm/jam
(Gandasoebrata R, 2001).
Untuk pemeriksaan LED metode Westergreen dapat
digunakan darah Na.citrat dengan perbandingan 4 bagian darah dan 1 bagian
Na.citrat 3,8%. Darah EDTA bias digunakan sebagai alternatif dengan pengenceran
NaCI 0,85% 4:1 (Simmons, A, 1989).
Kelebihan metode Westergreen merupakan metode yang
paling akurat dan paling sering digunakan dalam pemeriksaan LED disbanding
metode yang lain, kekurangan metode ini memerlukan sampel darah vena cukup
banyak (kurang lebih 2 ml).
Dalam batas normal, pemeriksaan LED dengan metode
Westergreen dan Wintrobe tidak memiliki seberapa selisih, akan tetapi nilai itu
berselisih jauh pada keadaan dimana LED meningkat. Dengan metode Westergreen
didapatkan nilai yang lebih tinggi, hal ini disebabkan karena panjang pipet
Westergreen dua kali panjang tabung Wintrobe.
a. Makna LED Dalam Klinik
Apakah arti kalau LED normal atau masih dalam
batas-batas normal dan dua pula artinya bila LED lebih dari normal. LED yang
normal dapat memberi jaminan kepada dokter untuk menyatakan kepada pasien bahwa
tidak ada penyakit kronis yang serius, sebaliknya kalau LED tidak normal maka
berarti mendorong kita (dokter untuk mencari penyelesaian selanjutnyamengenai
penyebab atau kausanya).
LED adalah reaksi non spesifik dari tubuh di katakan
demikian karena LED biasa meninggi pada penyakit-penyakit atau keadaan
phatologis apa saja dimana terdapat reaksi-reaksi oedema degenerasi, jaringan,
suupuration dan neorosis, LED biasanya tetap dalam batas normal yaitu pada
penyakit-penyakit infeksi setempat yang kecil, infeksi yang aktif, misalnya
appendiatir akut dalam fase infeksi pada selaput lender dengan sedikit reaksi
radang.
1. LED Dalam Klinik :
a. Membantu Diagnosa
b. Membantu diagnostik screening oleh karena abnomaliter
sering ditemukan dengan meninggi LED sebelum lokalisasi kuasanya jelas.
c. Diffential diagnostic, membedakan non organic diases
dan infektie dan membedakan neurmatik arthtritis dari penyakit gout.
2. LED dalam batas normal :
a. Keadaan allergis yang noninfeksi
b. Hutitional defeclearcie
c. Hipertensi dan komplikasi
d. Compesaten hear disease
3. LED meninggi pada :
a. TBC
b. Infectie yang kronis
c. Thrombosis coumair
d. Arthritis
e. Nepitis
4. Mekanisme dalam pemeriksaan LED :
a. Fase I, tahap pengumpulan (agregrasi)
Dalam fase ini butir
- butir darah merah mulai
menyatukan diri atau membentuk Rouloeux
b. Fase II, tahap sedimentasi
Disini pengendapan
eritrosit terjadi secara constant dan berlangsung sekitar 30 menit dengan
kecepatan maksimal. Agregat yang membentuk lebih besar dengan permukaan yang
kecil.
c. Fase III, tahap pemadatan
Kumpulan agrerat mulai melambat, kama terjadi pemadatan dari eritrosit
yang mengendap.
5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemeriksaan LED :
a. Factor Teknik :
1) Letak Tabung
Tabung atau pipet
harus tegak lurus pada raknya (90). Bila tabung dimiringkan maka sel-sel akan
menempuh jarak pendek kedinding tabung kemudian menggelincir kedasar tabung.
Hasilnya: sedimentasi sel menjadi lebih cepat.
2) Diameter Tabung/Pipet
Diameter bagian dalam
tabung yang dianjurkan adalah 2,55 ± 0,15 mm, makin cepat sedimentasi
eritrosit.
3) Suhu Ruangan
Umumnya pemeriksaan
LED dilakukan pada suhu 18-25o , makin tinggi suhu ruangan makin
cepat sediamentasi.
4) Getaran
Getaran pada dasar
tabung member pengerahu pada jalannya sediamentasi. Oleh sebab itu harus
diusahakan rak sediamentasi tidak berada semeja dengan perawatan yang mengeluarkan
getaran misalanya sentrifuge.
b. Faktor dalam darah:
1) Plasma :
Eritrosit
merupakan pembawa muatan elektrik negative sedangkan plasma membawa muatan
elekteik positif. Segala factor atau kondisi yang menyebabkan plasma bermuatan
positif, maka otomatis akan meningkatkan pembentukan rouleaux yang secara
langsung pula meningkatkan nilai LED.
Fibrinogen, globulin dan kolesterol termasuk mempercepat pengendapan sedangkan
albumin dan lesitin memperlambat pengendapan oleh karena itu LED akan meningkat
seiring dengan adanya kondisi yang memyebabkan peningkatan fibrinogen (pada
kasus TBC dan inflamasi) atau globulin alfa dan beta seperti deman rematik,
berbagi myeloma dank ala azar (pakasi R. 1986).
2) Eritrosit,
Protein
yang memiliki berat molekul yang tinggi dengan muatan positif tolak menolak
dengan muatan positif yang bermuatan
negative sehingga menyebabkan peningkatan perletakan eritrosit untuk membentuk
formasi rouloeux, sehingga akan menigkatkan nilai LED. Peningkatan jumlah sel
darah seperti polisitemia dapat memperlambat pengendapan yang dikaitkan dengan
gaya saling tolak menolak eritrosit seperti anemia sel asabit dan mikrosit
dalam animea hipokrom cenderung untuk mencegah pembentukan rouleax dan
penggunaan nilai LED.
b. Kegunaan LED :
LED memiliki 3 kegunaan utama :
1. Sebagai alat bantu
untuk mendeteksi suatu proses peradagan.
2. Sebagai pemamtau perjalanan atau aktivitas penyakit
3. Sebagai pemeriksaan penapisan untuk peradangan atau
neoplasma yang tersembunyi. (sacher,dkk.2004)
Namun, pemeriksaan relatife tidak sensitife dan tidak
spesifik karena dipengaruhi oleh banyak factor teknis. Bagaimanapun, LED tetap
menjadi uji yang bermanfaat dan digunakan
untuk mendiagnosa penyakit, namun sebagian besar penyakit peradangan
akut dan kronis serta neoplasma berkaitan dengan peningkatan LED (widman,
2002).
c. Prinsip LED
Darah yang sudah diberi antikoagulan bila didiamkan
dalam waktu tertentu maka sel darah akan mengendap dalam hal ini yang dihitung
adalah kecepatan waktu pengendapannya.
a. Kelebihan dan kekurangan metode westegren
1. Kelebihan :
metode ini memiliki
skala tabung yang panjang sehingga memungkinkan untuk menghitung skala
pembacaan yang besar.
2. Kekurangan :
pada pemasangan
tabung yang tidak tegak lurus akan memberikan hasil yang berbeda.
b. Hal yang perlu diperhatikan
1).
Pencampuran antara darah dengan antikoagulan harus homogen.
2). Hindari terjadi
gelembung udara pada tabung
3). Pemasangan tabung
harus dalam posisi tegak lurus
4). Jauhkan alat dari
objek yang mengeluarkan getaran
c. Sumber kesalahan dalam pemeriksaan LED
1. Kesalahan dalam persiapan penderita, pengambilan dan
penyiapan bahan.
2. Dalam suhu kamar pemeriksaan harus dilakukan dalam 2
jam pertama, apabila darah EDTA disimpan pada suhu kamar 4 derajat.
3. Perhatikan agar pengenceran dan pencampuran darah
dengan larutan antikoagulan dikerjakan dengan baik.
4. Mencuci pipet westergren yang kotor dapat dilakukan
dengan cara menbersikan dengan air , kemudian alcohol dan terakhir aseton. Cara
lain adalah dengan membersihkan dengan air dan biarkan kering satu malam dalam
posisi vertical tidak dianjurkan memakai deterjen.
d. Arti
pemeriksaan LED
LED
dipakai sebagai uji penjaring dalam pemeriksan rutin para penderita, walaupun
LED mencerminkan perubahan-perubahan pola protein dalam plasma, LED bukan
merupakan pemeriksaan yang spesifik, namun begitu, LED berguna dalam memantau
kronik tertentu, misalanya tuberculosis atau rheumatoid arthritis, dimana LED
menjadi petunjuk tentang progresitas
penyakit tersebut (widman k, 1995).
LED
yang normal tidak menyimpulkan bahwa seseorang tidak mengendap suatu penyakit,
sedangkan peningian LED berkaitan dengan perubahan dalam protein plasma yaitu:
a. Penyakit infeksi akut atau kronis
b. Penyakit neoplasma/keganasan
c. Penyakit degenerative
e. Tinjauan LED metode westegreen
Westergreen
pada tahun 1921 memperkenalkan teknik pemeriksaan LED yang dikenal dengan
metode westegren. Metode ini memakai tabung/ pipet dengan panjang 300,5 mm, ±
0,5 mm, diameter luar 5,5 mm ± 0,5 mm dan diameter dalam 2,35 mm ± 0,15 mm,
memiliki skala, 200 mm. rak yang digunakan vertical dengan batas kemiringan
tidak lebih dari 1o.
LED
metode westergren memiliki prinsip yang hamper sama dengan metode lainnya,
yaitu darah dengan antikoagulan yang dimasukan kedalan tabung berlumen kecil
kemudian dibiarkan tegak lurus selama 1 jam akan menunjukan pengendapan
eritrosit dengan kecepatan yang ditentukan oleh rasio permukaan : volume
eritrosit
Gambar 1.1. Pipet Westergreen
f. LED Metode Wintrobe
Pada
tahun 1936 wintrobe memperkenalkan metode dengan menggunakan tabung wintrobe
yang memiliki panjang 120 mm, diameter dalam tabung 2,5 mm, dengan skala 0-100
mm, sampei yang dipakai adalah darah
EDTA tanpa pengenceran, pengisian sampel dilakukan dengan menggunakan
pipet Pasteur yang panjang, kelebihan metode wintrobe merupakan metode pemeriksaan Led yang lebih praktis dan
hanya memerlukan sedikit sampel darah (
± 1 ml) dan sekaligus dapat digunakan untuk pemeriksaan makro hematokrit,
kekurangan metode ini lebih banyak menggunak peralatan.
Dalam
batas normal, pemeriksaan LED dengan metode westergreen dan wintrobe tidaka
memiliki selisih, akan tetap nilai itu berselisi jauh pada keadaan dimana LED
meningkatkan dengan metode westergreen didapatkan nilai yang lebih tinggi hal
ini disebabkan karena panjang pipet westergreen dua kali panjang tabung
wintrobe.
C. Kerangka Pikir
Kerangka
konsep dari penelitian ini yaitu darah yang sudah diambil dicampur dengan
Na.citrat 3,8%. Pemeriksaan menggunakan metode westergreen dengan menggunakan
waktu selama 2 jam 10 menit dan LED yang di pasang langsung.
Darah
Na. Citrate 3,8%
|
Pipet Westegreen
|
Penundaan Waktu Selama
2 jam 10 menit Pemasangan LED Langsung
ng
|
Pemasangan LED
Langsung
|
hasil
|
Gambar 1.2. Kerangka konsep
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis
penelitian ini adalah eksperimen semu dengan mengamati ada tidaknya pengaruh
waktu penundaan selama 2 jam 10 menit terhadap hasil pemeriksaan LED
B. Alur Penelitian
Mahasiswa
|
Darah
|
LED Metode Westergren
|
Penundaan Waktu Selama 30 Menit
|
Pembahasan
|
Analisa Data
|
Kesimpulan
|
Pemasangan LED Langsung
|
Hasil
|
Gambar 1.3. Skema Alur Penelitia
C. Populasi Dan Sampel
1. Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa dan
mahasiswi
D-III Analis Kesehatan
Universitas Indonesia Timur
2. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
mahasiswa dan mahasiswi D-III Analis Kesehatan Universitas Indonesia Timur yang
di ambil darahnya dengan puntie vena sebanyak 20 sampel di ambil secara
accidental.
D. Variabel Penelitian
1. variabel bebas
Pengaruh waktu penundaan terhadap hasil pemeriksaan
LED
2. variabel terikat
Hasil pemeriksaan LED metode westergreen.
E. Defenisi Operasional
1. Darah adalah jaringan tubuh yang berbeda dengan
jaringan tubuh lainnya, berada dalam konsistensi cair, beredar dalam suatu
system tertutup yang di namakan sebagai pembuluh darah dan menjalankan fungsi
transport sebagai bahan serta fungsi hemostasis.(sadikin M, 2001)
2. LED adalah darah dengan anti koagulan yang dimasukkan
ke dalam tabung berlumen kecil dan di letakkan tegak lurus pada bidang datar
selama 60 menit yang akan menunjukkan pengendapan eritrosit dengan kecepatan
yang ditentukan oleh rasio permukaan : volume eritrosit.
3. Pemasangan LED langsung adalah perlakuan terhadap
darah yang telah diberi antikoagulan yang segera dipasang setelah pengambilan
sampel dan dipasang pada rak westergreen selama 60 menit.
4. Waktu penundaan pemasangan LED adalah perlakuan
terhadap darah setelah pengambilan sampel disimpan atau didiamkan dengan waktu
tertentu.
F. Lokasi Dan Tempat Penelitian
1. Lokasi penelitian
Penelitian di rencanakan di Laboratorium Analis
Kesehatan Universitas Indonesi Timur
2. waktu penelitian
Penelitian direncanakan pada bulan Mei 2010
G. pengumpulan data :
1. Alat yang digunakan peneliti
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Botol
penampung, Karet pembendung, Spoit, Pipet westergren, Karet pengisap, Rak
westergren, Pipet ukur.
2. Bahan yang digunakan peneliti
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Larutan Na.citrat 3,8%, Kapas alcohol 70%,
Sampel darah.
3. Prosedur Kerja penelitian :
a. Persiapan sampel
Dilakukan
pembendungan lengan dengan tourniquet lalu desinfeksi bagian yang akan ditusuk
dengan menggunakan kapas alcohol 70 % dengan putaran melebar menjauhi titik
tengah dan biarkan kering.
Kemudian
ditegangkan kulit di atas vena dengan jari-jari agar vena tidak bergerak,
kemudian ditusuk dengan jarum sampai jarum tembus ke dalam lumen vena dengan
posisi lubang dan skala menghadap ke atas. Jika jarum spoit telah menembus vena
tarik semprit, diisap pelan-pelan darahnya supaya tidak terjadi hemolisis, sampai
di dapatkan volume darah sebanyak 3 ml. Kemudian lepas karet pembendung dan
tarik jarum dengan menaruh kapas di bekas tusukan agar supaya darah tidak
keluar lagi.
Selanjutnya
darah di masukkan ke dalam botol penampung yang telah disediakan dan telah diisi dengan Na.citrat 3,8 % dengan
perbadingan 4 bagian darah : 1 bagian Na.citrat
b. Pemeriksaan LED menggunakan metode westergreen cara
manual sebagai berikut :
1. Pemeriksaan LED Langsung
Disediakan
tabung dan botol penampung yang telah diisi Na.Citrate 3,8% sebanya 0,4 ml.
Kemudian hisaplah darah vena kedalam botol tersebuts sebanyak 1,6 ml,
homogenkan kemudian dipipet dengan pipet westergren sampai garis tanda 0mm,
kemudian pasang pada rak westergren, Pasang waktu dan baca hasinya lalu
laporkan.
2. Pemeriksaan LED dengan waktu penundaan 2 jam 10 menit
Disediakan
tabung dan botol penampung yang telah diisi Na.citrat 3,8% sebanyak 0,4 ml.
Kemudian hisap darah vena yang sudah disimpan selam 2 jam 10 menit sebanyak 1,6
ml dan masukkan kedalam botol. Hisaplah darah itu ke dalam pipet westergren
sampai tanda 0 mm, kemudian pasanglah pada rak tabung westergren. Selanjutnya
pasang waktu dan baca hasilnya lalu laporkan.
H. Analisa Data
Hasil
penelitian disajikan dalam bentuk table untuk melihat ada tidaknya pengaruh
penundaan waktu
selama 30 menit dan 60 menit terhadap
hasil pemeriksaan LED maka dilakukan uji statistik